URBANISASI, DAMPAK DAN STRATEGI KEBIJAKAN
A. Pengantar
Urbanisasi
merupakan salah satu gejala yang banyak menarik perhatian dewasa ini karena
tidak hanya berkaitan dengan masalah demografi, tetapi juga mempunyai pengaruh
penting terhadap proses pertumbuhan ekonomi (Davis, 1987, Pernia, 1984 dalam
KebanT.Y, 1990). Dalam batas-batas tertentu urbanisasi dapat mendorong
pembangunan tetapi sebaliknya dapat juga menghambat pembangunan. Hubungan yang
positif antara tingkat urbanisasi suatu negara, dengan tingakat pendapatan per
kapita negara yang bersangkutan, hal ini didukung oleh data empiris pada
beberapa negara sehingga memberikan
keyakinan bahwa urbanisasi mempunyai peran yang penting dalam pembangunan
berimplikasi bahwa dalam rangka mempercepat proses pembangunan, urbanisasi
diperlukan.
Ada
pendapat lain dimana tidak menerima hipotesisi tersebut, ia berpendapat bahwa
proses yang tidak terkendalikan justru akan menimbulkan berbagai akibat
negatif, baik terhadap negara secara keseluruhan maupun terhadap penduduk kota
serta daerah terbelakang, dimana proses urbanisasi yang berlebihan menunjukkan
adanya spatio-demographic imbalance
atau sering dikenal dengan istilah over urbanization
atau pseudourbanization (Smith, 1988,
dalam KebanT.Y, 1990) dan urban primacy dimana
timbulnya dominasi kota besar terhadap kota-kota kecil sehingga tidak
berkembang, dimana proses ini sering dianggap sebagai penghambat pembangunan.
B. Pengertian
Urbanisasi
Sebelum
menjawab tentang faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya urbanisasi dan
dampak yang ditimbulkan, serta strategi kebijakannya terlebih dahulu
diterangkan tentang apa yang dimaksud dengan urbanisasi.
Menurut Keban
T. Y dalam Poungsomlee dan Ross (1992), urbanisasi merupakan suatu gejala
yang cenderung dilihat dari sisi demografis semata-mata, hal ini sebenarnya kurang
tepat karena urbanisasi dapat dilihat secara multidimensional. Disamping
dimensi demografis, urbanisasi juga dapat dilihat dari proses ekonomi politik
(Drakakis-Smith,1988), modernisasi (Schwab,1982) dan legal (administrasi).
Dilihat dari segi pendekatan demografis
urbanisasi dapat diartikan sebagai proses peningkatan konsentrasi penduduk
diperkotaan sehingga proporsi penduduk yang tinggal diperkotaan secara
keseluruhan meningkat, dimana secara sederhana konsentrasi tersebut dapat
diukur dari proporsi penduduk yang tinggal diperkotaan, kecepatan perubahan
proporsi tersebut atau kadang-kadang perubahan jumlah pusat kota.
Dari pendekatan ekonomi politik, urbanisasi
dapat didefinisikan sebagai transformasi ekonomi dan sosial yang ditimbulkan
sebagai akibat dari pengembangan dan ekspansi kapitalisme
(Drakikis-Smith,1988). Sedangkan dari konteks moderinisasi, urbanisasi dapat
dipandang sebagai perubahan dari orientasi tradisional ke orientasi modern
tempat terjadi difusi modal, teknologi, nilai-nilai, pengelolaan kelembagaan
dan orientasi politik dari dunia barat (kota) ke masyarakat tradisional (desa).
Sedangkan
konteks legal, urbanisasi dapat dilihat dari pengembangan kota/kotamadya yang
telah ada. Kota-kota tersebut secara hukum memiliki batas administrasi
tertentu, dan hanya dapat berubah melalui suatu aturan legal-formal. Konteks
ini berbeda dengan konteks fungsional batas-batas kotanya lebih ditentukan oleh
fungsi atau karakteritik lokasi.
Everet
S. Lee (1976) mendefinisikan
pengertian migrasi dalam arti luas yaitu perubahan tempat tinggal secara
permanen tidak ada pembatasan jarak perpindahan dan sifatnya serta setiap
migrasi mempunyai tempat asal, tempat tujuan dan adanya rintangan yang
menghambat / rintangan.
Adapun faktor-faktor sehingga terjadi
urbanisasi dimana faktor sosial ekonomi
di daerah asal yang tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan (needs) seseorang menyebabkan orang
tersebut ingin pergi ke daerah lain yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Jadi antara daerah asal dan daerah tujuan terdapat perbedaan nilai kefaedahan
wilayah (place utility). Dimana
daerah tujuan harus mempunyai nilai kefaedahan yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan daerah asal untuk dapat menimbulkan mobilisasi penduduk.
Ada beberapa kekuatan yang menyebabkan orang terikat pada daerah asal dan ada
juga kekuatan yang mendorong orang untuk meninggalkan daerah asal (Mitchell,
1961). Kekuatan yang mengikat orang untuk tinggal di daerah asal di sebut
kekuatan sentripetal (centripetal forces)
dapat berupa ikatan kekeluargaan, hubungan
sosial, pemilikan tanah, dan sebagainya dan kekuatan yang mendorong
orang untuk meninggalkan daerah asal di sebut kekuatan sentrifugal (centrifugal forces) dapat berupa
lapangan pekerjaan yang terbatas atau kurang lapangan pekerjaan selain agraris
perbedaan upah antara desa dengan kota atau mungkin kurangnya fasilitas
pendidikan yang tersedia di daerah asal, dan lain-lain.
Everet
S. Lee (1966), Todaro (1979) dan Titus (1982)
berpendapat bahwa motivasi sesorang untuk pindah adalah motif ekonomi, motif
tersebut berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi antar daerah. Todaro menyebut motif utama tersebut
sebagai pertimbangan ekonomi yang rasional.
Everet
S. Lee (1976) menyimpulkan bahwa
terdapat perbedaan tingkat upah kerja antara perdedaan dengan perkotaan yang
menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota yang pesat.
Mobilisasi ke
perkotaan mempunyai dua harapan, yaitu harapan untuk memperoleh pekerjaan dan
harapan untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada yang diperoleh
di perdesaan, dengan demikian mobilitas desa-kota sekaligus mencerminkan adanya
ketidakseimbangan antara desa dengan kota, oleh karena itu arah pergerakan
penduduk juga cenderung ke kota yang
memiliki kekuatan yang relatif besar sehingga diharapkan dapat memenuhi
pamrih-pamrih ekonomi mereka.
Selain itu Everet S. Lee (1976) juga mengemukakan bahwa yang mendorong untuk
migrasi kadang-kadang bukan faktor nyata yang terdapat di tempat asal dan
tempat tujuan tetapi adalah tanggapan seseorang terhadap faktor-faktor itu dan
terutama tentang keadaan di tempat tujuan berdasarkan informasi dan
hubungan-hubungan yang diperoleh sebelumnya. Penelitian Roberts (1978) di negara-negara Amerika Selatan, Hugo (1975) di Jawa Barat dan Mantra serta Molo (1986)
mengenai mobilitas sirkuler penduduk di enam kota besar di Indonesia
menyimpulkan bahwa informasi dan hubungan-hubungan itu terjadi antara famili /
keluarga dan kerabat sedaerah asal.
Jadi kekuatan sentripetal (centripetal forces) sebagai kekuatan
yang mengikat tinggal di daerah asal, antara lain adalah :
³
Jalinan
persaudaraan / kekeluargaan yang erat di desa
³
Sistem
gotong royong masyarakat perdesaan
³
Keterikatan
pada tanah pertanian (budaya agraris)
³
Keterikatan
pada tanah kelahiran, aspek religius yang bersifat pribadi, adanya makam
keluarga dan sebagainya.
Sedangkan kekuatan sentrifugal (centrifugal forces), sebagai kekuatan
mendorong untuk meninggalkan daerah asal atau kekuatan yang melawan kekuatan
sentrifugal sehingga terjadi migrasi sirkuler (Hugo, 1975 dan Mantra, 1980) dan
Mitchell (1961).
Adapun kekuatan pengikat untuk tetap tinggal di daerah asal adalah :
³
Penghasilan
di desa relatif rendah
³
Tidak
ada / kurang pekerjaan selain pertanian
³
Tidak
punya lahan pertanian atau punya lahan pertanian tapi sempit.
³
Rendahnya
penghasilan di desa berkaitan erat juga dengan tidak dimilikinya lahan atau
lahan yang dimilikinya sempit.
Adanya perbedaan tingkat kehidupan antara ke
dua daerah tersebut yakni kota dan desa, baik perbedaan tingkat ekonomi, sosial
maupun politik, sehingga kota seakan-akan selalu memberikan kesan yang menyenangkan bagi
penduduk desa, karena dikota segalanya dapat dipenuhi dengan mudah, baik
kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. Kota memberikan bayangan tentang
kesenangan hidup dan mudahnya mencari pekerjaan yang layak dengan tidak perlu
mengotori tangan.
Disamping adanya faktor penarik yang berasal
dari kota, kesulitan-kesulitan hidup yang dirasakan di desa menjadi faktor
pendorong bagi terlaksananya proses urbanisasi. Satu hal yang patut dicatat
adalah kebayakan dari mereka yang berpindah tempat ke kota ini bukan
semata-mata untuk meninggalkan status mereka saja (mobilitas sosial), tetapi
lebih merupakan dorongan karena semakin sulitnya mencari kehidupan yang layak
di daerah perdesaan.
Sedangkan menurut Khairuddin (1992:212) dalam
(Schoorl, 1980:226-267 ; Koesoemaatmadja, 1976:24-25 ; Rahardjo, 1982:53,
Marbun, 1979:78-80 ; Landis, 1984:166 ; dan Siagian, 1984:147) menggunakan
istilah faktor pendorong (push factors)
dan faktor penarik (pull factors),
sehingga dari kedua sisi ini baik faktor
pendorong maupun faktor penarik, dapat disebutkan antara lain sebagai berikut :
]
Faktor
Pendorong (Push Factors)
Adapun yang tergolong sebagai faktor
pendorong adalah sebagai berikut :
³
Semakin
terbatasnya lapangan kerja di perdesaan
³
Kemiskinan
di desa akibat bertambah banyaknya jumlah penduduk
³
Transportasi
desa-kota yang semikin lancar
³
Tingginya
upah buruh di kota dibandingkan di desa
³
Bertambahnya
kemampuan membaca dan menulis atau tingkat pendidikan di masyarakat desa
³
Tata
cara dan adat istiadat yang kadang-kadang dianggap sebagai “beban” oleh
masyarakat desa.
]
Fator
Penarik (Pull Factors)
Adapun yang tergolong sebagai faktor penarik
adalah sebagai berikut :
³
Kesempatan
kerja yang lebih luas dan bervariasi di kota
³
Tingkat
upah yang lebih tinggi
³
Lebih
banyak kesempatan untuk maju (diferensiasi pekerjaan dan pendidikan dalam
segala bidang)
³
Tersedianya
barang-barang kebutuhan yang lebih lengkap
³
Terdapatnya
macam-macam kesempatan untuk rekreasi dan pemanfaatan waktu luang (plesure
time), seperti bioskop, taman-aman, hiburan dan sebagainya
³
Bagi
orang-orang atau kelompok tertentu memberi kesempatan untuk menghindarkan diri
dari kontrol sosial yang ketat di desa.
Selain faktor pendorong dan
penarik yang disebabkan di atas, menurut Hauser,
(1985 :25) yang juga mempengaruhi laju urbanisasi dari desa ke kota antara
lain, yaitu :
]
Perubahan
teknologi yang lebih cepat dibidang pertanian dari pada di bidang non
pertanian, yang mempercepat arus penduduk dari perdesaan.
]
Kegiatan
produksi untuk ekspor terpusat di kawasan kota
]
Pertambahan
alami yang tinggi di perdesaan
]
Susunan
kelembagaan yang mambatasi daya serap perdesaan, seperti sistem pemilikan
tanah, kebijakan harga dan pajak yang bersifat menganak-emaskan penduduk
perkotaan.
]
Layanan
pemerintah yang lebih berat pada perkotaan
]
Kelembagaan
(intertia) – faktor negatif yang menahan penduduk tetap tinggal di perdesaan
]
Kebijaksanaaan perpindahan penduduk oleh pemerintah dengan
tujuan mengurangi arus penduduk dari perdesaaan ke perkotaan.
C. Dampak
Urbanisasi
Urbanisasi juga menimbulkan berbagai akibat
(dampak) tertentu yang dirasakan oleh oleh daerah penerima dan daerah yang
ditinggalkan meskipun urbanisasi ini oleh sebagaian ahli, dianggap membawa
dampak positif terutama bagi perkembangan kota, tetapi tidak sedikit pula
dampak negatif yang ditimbulkannya.
Bagi mereka yang memandang urbanisasi
membawa dampak positif mengatakan, antara lain :
³
Urbanisasi
merupakan faktor penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan
³
Urbanisasi
merupakan suatu cara untuk menyerap pengetahuan dan kemajuan-kemajuan yang ada
di kota
³
Urbanisasi
yang menyebabkan terjadinya perkembangan kota, selanjutnya memberikan getaran
(resonansi) perkembangan bagi daerah-daerah perdesaan sekitarnya.
Selain dampak positif yang ditimbulkan juga
menimbulkan dampak yang negatif, baik dampak yang negatif itu dirasakan daerah
perkotaan juga dirasakan pula oleh daerah perdesaan.
Urbanisasi di kota dapat menimbulkan masalah “over urbanization” dan “urban
primacy “. Over urbanization” yaitu kelebihan penduduk sehingga melebihi
daya tampung kota. Ini merupakan gejala makin meningkatnya daya tarik kota
besar yang menimbulkan dysfunctional
condition. Hal ini dapat dilihat dengan ketimpangan antar daerah dan
semakim beratnya beban pemerintah kota. Sedangkan urban primacy adalah timbulnya dominasi kota besar terhadap
kota-kota kecil sehingga tidak berkembang, dominasi tersebut dapat dilihat dari konsentrasi ekonomi, alokasi sumber
daya, pusat pemasaran, pusat pemerintahan dan nilai-nilai sosial politik.
Over urbanization dan urban
primacy adalah merupakan masalah yang di rasakan oleh kota dimana akan
menimbulkan masalah-masalah yang akan mempengaruhi perkembangan suatu kota, adapun
masalah-masalah yang dapat ditimbulkan antara lain :
]
Pengangguran
Hal ini merupakan masalah yang cukup serius
yang banyak dihadapi oleh kota-kota besar. Masalah ini timbul berkaitan dengan
terjadinya over urbanization. Karena
sebagian migran yang masuk ke kota tidak memiliki keterampilan sesuai dengan
keahlian yang dibutuhkan, maka para migran tersebut kebanyakan hanya bekerja
sebagai buruh kasar secara temporer (sektor informal). Setelah pekerjaan mereka
selesai, maka mereka sepenuhnya menjadi mengangur. Besarnya tingkat
pengangguran di kota merupakan salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya
pekerjaan kurang layak bagi kemanusiaan
seperti mengemis, mencopet dan sebagainya, tingginya tingkat pengangguran tersebut
dapat meningkatkan angka kriminal.
]
Perumahan
/ Permukiman Kumuh
Salah satu karakteristik kota adalah
tingginya tingkat kepadatan penduduik, dimana kepadatan penduduk yang tinggi
menyebabkan tidak seimbangnya antara ruang dan jumlah penduduk, sehingga
masalah permukiman merupakan salah satu masalah yang ditimbulkan oleh over urbanization.
Hal ini menimbulkan masalah daya dukung kota
dalam bentuk yang tidak seimbang antara ruang dan lahan yang dibutuhkan dengan
jumlah penduduk yang ada. Masalah permukiman selanjutnya merupakan salah satu sebab
timbulnya lingkungan hidup yang tidak sehat, berupa permukiman liar dan
perkampungan kumuh (slum area),
sehingga pendirian rumah-rumah liar ini sangat menganggu tata kota dan
keindahan kota.
]
Transportasi
/ Lalu Lintas
Kepadatan penduduk dan tingginya tingkat
mobilitas penduduk diperkotaan menjadikan sarana transportasi menjadi penting
artinya. Sarana transportasi diperkotaan dapat menimbulkan masalah apabila
jumlah kendaraan tidak seimbang dengan panjang jalan yang ada. Rasio jumlah
kendaraan dan panjang jalan menentukan terjadinya masalah lalu lintas seperti
kemacetan, pelanggaran-pelanggaran dan tingginya tingkat angka kecelakaan lalu
lintas.
Kepadatan lalu lintas ini menurut Sadono
Sukirno dalam Khairuddin (199:220), menimbulkan beberapa jenis biaya sosial dan
ekonomi pada masyarakat :
¨
Mempertinggi
tingkat kecelakaan
¨
Mempertinggi
biaya pemeliharaan kendaraan karena penggunaan minyak yang lebih banyak dan
mempercepat kerusakan kendaraan
¨
Mempertinggi
ongkos pengangkutan
¨
Menimbulkan
masalah pencemaran udara yang serius.
Kepadatan lalu lintas di kota-kota besar
sangat terasa pada jam-jam puncak/sibuk, yaitu pada waktu pagi hari dan siang
hari atau sore hari dimana pada saat itu
semua orang melaksanakan aktivitasnya sehari-hari seperti ke
kantor, ke sekolah dan sebagainya.
]
Degradasi
Moral dan Kejahatan
Sebagai mana yang diketahui bahwa masyarakat
kota mempunyai ciri-ciri heterogenitas yang tinggi dan satu sama lain
kurang/tidak saling mengenal. Hal ini akan menimbulkan sikap acuh tak acuh dan
semakin lemahnya kontrol sosial. Kondisi
ini akan menyebabkan sikap individu lebih bebas untuk melakukan suatu tindakan
yang dianggap menguntungkan bagi dirinya sendiri meskipun itu sudah bersifat
deviasi atau menyimpang dari nilai-nilai moral yang berlaku. Tindakan patologis
ini semakin besar dengan besarnya pula permisiveness
terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang yang dilakukan anggota-anggota
masyarakat. Sikap menegur dan memberi
nasehat bagi sebagian orang sudah dianggap mencampuri urusan orang lain,
sehingga sangat jarang timbul reaksi dari masyarakat terhadap
pelanggaran-pelanggaran moral tersebut,
Kejahatan adalah suatu tindakan yang kalau boleh dikatakan sifatnya sangat klasik,
dari zaman dahulu orang sudah mengenal
tindak kejahatan dengan segala bentuknya, yang mungkin berbeda dari zaman ke
zaman adalah kapasitas kejahatan, tindak kejahatan dari hari kehari semakin
bervariasi dan sudah mengarah kepada tindakan sadisme, hal ini terutama terjadi
pada kota-kota besar sebab lemahnya kontrol sosial dari kalangan masyarakat,
sehingga semakin sulit untuk memberantasnya.
D. Strategi Kebijakan Untuk Mengurangi Arus Urbanisasi
Berdasarkan analisis aspek demografis secara
umum masalah urbanisasi belum sampai pada kondisi kritis atau menghawatirkan,
akan tetapi bila dilihat dari segi kecepatannya maka semesti pemerintah
memperhatikan atau melakukan tindakan antisipasi sejak awal, oleh karena itu
perhatian pemerintah harus diarahkan pada bagaimana mengontrol atau
mengendalikan arus urbanisasi sedemikian rupa sehingga selalu berjalan serasi
dengan kemajuan di berbagai bidang pembangunan yang ada.
Proses urbanisasi di Indonesia sangat
berkaitan dengan kebijakan pembangunan yang diambil oleh pemerintah pada masa
lampau, baik menyangkut pembangunan spasial maupun sektoral. Sebagai akibat
dari kebijakan spasial maka migrasi desa-kota sangat mempercepat tempo
urbanisasi di beberapa daerah perkotaan.
Selain itu kebijaksanaan yang bersifat
sektoral sangat diperlukan karena secara tidak langsung juga mempengaruhi
urbanisasi, kebijakan sektoral ini antara lain bidang pendidikan, kependudukan,
kebijakan harga, industri dan kebijakan transportasi serta komunikasi,
kebijakan upah dan lain-lain.
Menurut Todaro (1997:343-345) berpendapat bahwa
adapun strategi yang tepat untuk menanggulangi persoalan migrasi dan kaitannya
dengan kesempatan kerja secara komprehensif, adalah sebagai berikut :
³
Penciptaan
keseimbangan ekonomi yang memadai antara
desa - kota.
Keseimbangan kesempatan ekonomi yang lebih
layak antara desa dan kota merupakan suatu unsur penting yang tidak dapat
dipisahkan dalam strategi untuk
menanggulangi masalah pengangguran di desa-desa maupun di perkotaan, jadi dalam
hal ini perlu ada titik berat pembangunan ke sektor perdesaan.
³
Perluasan
industri-industri kecil yang padat karya.
Komposisi atau paduan output sangat
mempengaruhi jangkauan kesempatan kerja karena beberapa produk. Membutuhkan
lebih banyak tenaga kerja bagi tiap unit output dan tiap unit modal dari pada
produk atau barang lainnya.
³
Penghapusan
distorsi harga faktor-faktor produksi
Untuk meningkatkan kesempatan kerja dan memperbaiki penggunaan
sumber daya modal langka yang tersedia maka upaya untuk menghilangkan distorsi
harga faktor produksi, terutama melalui penghapusan berbagai subsidi modal dan
menghentikan pembakuan tingkat upah diatas harga pasar.
³
Pemilihan
teknologi produksi padat karya yang tepat
Salah satu faktor utama yang menghambat
keberhasilan setiap program penciptaan kesempatan kerja dalam jangka panjang
baik pada sektor industri di perkotaan maupun pada sektor pertanian diperdesaan
adalah terlalu besarnya kekaguman dan kepercayaan pemerintah dari negara-negara
dunia ketiga terhadap mesin-mesin dan aneka peralatan yang canggih (biasanya
hemat tenaga kerja) yang diimpor dari negara-negara maju.
³
Pengubahan
keterkaitan langsung antara pendidikan dan kesempatan kerja.
Munculnya fenomena “pengangguran
berpendidikan” dibanyak negara berkembang mengundang berbagai pertanyaan
tentang kelayakan pengembangan pendidikan khususnya pendidikan tinggi secara
besar-besaran yang terkadang kelewat berlebihan.
³
Pengurangan
laju pertumbuhan penduduk melalui upaya pengentasan kemiskinan absolut dan
perbaikan distribusi pendapatan yang disertai dengan penggalakan program
keluarga berencana dan penyediaan
pelayanan kesehatan di daerah perdesaan.
Selain itu dikena
pula pembangunan agropolitan yang dapat mendorong kegiatan sektor pertanian dan
sektor komplemennya di wilayah perdesaan. Untuk itu diharapkan adanya
kebijaksanaan desentralisasi, sehingga terjadi keseimbangan ekonomi secara
spasial antar wilayah perdesaan dengan kawasan perkotaan yang lebih baik dan
sekaligus mampu menyumbang pada pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Adapun komponen dari
strategi pembangunan agropolitan, antara lain :
³
Melakukan
dan menggalakan kebijaksanaan desentralisasi dan penentuan keputusan alokasi
investasi dengan mempermudah ijin-ijin kepada pihak swasta yang didelegasikan
dari pusat kepada pemerintah daerah dan lokal.
³
Meningkatnya
partisipasi kelompok sasaran dalam pembayaran sub-sub proyek untuk membangun
rasa memiliki terhadap proyek yang dibangun bersama mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar