REFORMASI
HUKUM DI INDONESIA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Bagaimana hukum di Indonesia? Kenyataan yang berkembang saat ini
kebanyakan orang
akan merespon bahwa hukum
di Indonesia itu berpihak kepada yang mempunyai
kekuasaan, dan mempunyai uang banyak. Seperti contoh, orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan
seorang pejabat negara yang
melakukan korupsi uang milyaran
milik
negara
dapat
berkeliaran dengan bebasnya dan di dalam
lembaga pemasyarakatan memperoleh
fasilitas
layaknya hotel. Itulah sekelumit jawaban yang menunjukan penegakan hukum di
Indonesia belum dijalankan secara
adil atau belum adanya equality before the
law.
Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi hukum.
Pernyataan
Wakil Presiden
Boediono,
bahwa
reformasi penegakan hukum merupakan prioritas kerja Kabinet
Indonesia Bersatu, bagai oase katarsis di tengah ‘kegaduhan' proses penegakan
hukum atas kasus Bibit -
Chandra dan Antasari Azhar.
Dalam kesempatan berbicara pada peringatan Ulang
Tahun ke 10 The
Habibie
Center (11 November
2009),
Wapres
Boediono menegaskan, "Banyak tugas yang harus dilakukan, tapi menurut saya yang penting harus kita lakukan adalah reformasi penegakan
hukum. Ini merupakan kunci utama, agar kualitas demokrasi kita menjadi lebih baik dan
kuat."
Kita sepakat dengan pernyataan tersebut. Reformasi penegakan
hukum merupakan salah satu pilar penting dalam menguatkan konsolidasi demokrasi.
Tanpa penegakan hukum yang benar, adil, dan profesional, konsolidasi demokrasi akan terganggu. Dan, tentu berkorelasi positif dengan
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Meskipun demikian, tentu, proses
reformasi penegakan hukum
berbasis keadilan akan memakan waktu
dan memerlukan kesabaran.
Prioritas reformasi penegakan hukum merupakan
pilihan terbaik yang
mesti ditempuh
oleh pemerintah. Pernyataan
Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) yang menjamin
terus berlangsungnya pemberantasan
korupsi, dan sikap untuk mengganyang mafia penegakan hukum, kita yakini
sebagai sikap dasar penyelenggaraan pemerintahan lima tahun ke depan. Oleh
karena itu, seluruh tindakan
penegakan hukum yang dilakukan
secara benar, bersih, adil, dan tanpa rekayasa menjadi kepedulian kolektif bangsa.
Sebagai bagian dari rakyat yang merindukan tegaknya hukum
secara berkeadilan, kita memberikan apresiasi dan dukungan kuat terhadap
pemerintahan SBY - Boediono. Kita percaya, reformasi penegakan hukum akan terus bergulir selama lima tahun ke depan. Kita juga percaya, bahwa
dengan reformasi
penegakan
hukum
dan
sikap tegas
untuk mengganyang mafia hukum, kita dapat
menyelamatkan bangsa
ini dari berbagai kerumitan
masa depan.
Perjuangan menegakkan hukum dan keadilan memang tidak mudah. Banyak onak dan duri yang harus dihindari. Namun bila hal itu dilaksanakan
secara bersungguh-sungguh, konsisten
dan
konsekuen, kita
sangat
yakin, ikhtiar itu
akan
membawa
hasil yang optimal. Yaitu,
tegaknya Indonesia sebagai negara hukum.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan reformasi hukum?
2. Bagaimana reformasi hukum yang ada di Indonesia?
3. Bagaimana strategi dan tahapan reformasi hukum?
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Reformasi Hukum
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, reformasi
hukum
adalah perubahan secara drastis
untuk perbaikan
di
bidang hukum dalam suatu
masyarakat
atau negara. Sedangkan menurut
Menteri Kehakiman
Muladi,
reformasi hukum adalah proses demokratisasi dalam pembuatan, penegakkan, dan kesadaran hokum. Dalam hal pembuatan hukum bukan aspirasi penguasa
saja yang ditonjolkan melainkan juga harus mendengarkan aspirasi dari siapa saja yang berkepentingan dengan pemerintahan (pemangku kepentingan).
Reformasi hukum
mempunyai arti penting guna membangun
desain kelembagaan bagi pembentukan
negara
hukum
yang
dicita-citakan.
Untuk kepentingan itu dalam sistem politik yang demokratis, hukum harus memberi
kerangka struktur organisasi formal bagi bekerjanya lembaga-lembaga negara,
menumbuhkan akuntabilitas normatif dan akuntabilitas
publik dalam proses pengambilan
keputusan politik, serta dapat
meningkatkan
kapasitasnya
sebagai sarana penyelesaian konflik politik. Ada beberapa
hal penting yang
harus diperhatikan, yaitu:
1. Cakupan reformasi hukum
Di luar pengertian reformasi hukum, hal yang juga penting ditetapkan
adalah cakupan dari reformasi hukum tersebut. Idealnya, cakupan
reformasi hukum harus meliputi
reformasi pada unsur-unsur pokok dari suatu sistem hukum,
yang
meliputi
unsur
materi/substansi hukumnya, aparatur
hukum, sarana
dan prasarananya, maupun falsafah dan budaya hukumnya.
Dari segi materi/substansi hukumnya
pembenahan perlu
dilakukan tidak hanya mencakup kemungkinan mengadopsi pranata-pranata hukum baru
yang muncul dalam
kerangka globalisasi
ekonomi yang dapat memunculkan
kecenderungan terjadinya globalisasi hukum (misal: ketentuan-ketentuan
hukum menyangkut e-commerce,
e-transaction, e-signature, kontrak-kontrak
internasional,
perdagangan
barang
dan
jasa, perlindungan
hak
kekayaan
intelektual, komersialisasi
antariksa dll)
namun
juga adaptasi
terhadap paradigma baru
dalam
sistem
pemerintahan
khususnya berkaitan
dengan
otonomi daerah, misalnya kemungkinan
berlakunya ketentuan-ketentuan
hukum adat setempat
bagi hubungan-hubungan hukum
atau
peristiwa- peristiwa hukum tertentu. Pembenahan materi/substansi hukum
tersebut bisa
dilaksanakan melalui 3
alternatif, yaitu:
a. Merumuskan
dan
menetapkan ketentuan-ketentuan
hukum
baru
untuk hal-hal yang sama sekali belum diatur,
b. Melakukan transformasi dari ketentuan-ketentuan hukum
internasional menjadi ketentuan hukum
nasional melalui instrumen pengesahan/ratifikasi perjanjian-perjanjian internasional terkait,
c. Memodifikasi
ketentuan-ketentuan hukum yang sudah ada untuk
mengikuti perkembangan kesadaran dan kebutuhan hukum yang berkembang dalam masyarakat.
2. Misi dan
tujuan reformasi hukum
Misi yang diemban dalam rangka reformasi hukum adalah terciptanya hukum
yang tertib dan berkeadilan namun tetap senantiasa mampu mendorong
pembangunan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tujuan utama yang hendak
dicapai dalam kerangka reformasi hukum
adalah tegaknya supremasi
hukum dalam masyarakat. Melalui tegaknya supremasi hukum, maka hukum
akan benar-benar berfungsi
sebagai rambu-rambu dan sekaligus pedoman bagi semua pihak, baik penyelenggara negara dan pemerintahan, penegak
hukum, pelaku
usaha dan
masyarakat umum dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B. Reformasi Hukum di Indonesia
Kondisi Hukum
Indonesia saat ini belum dilaksanakan sesuai dengan azaz hukum yang berkeadilan. Hal ini dapat
dilihat sorotan yang amat tajam
dari seluruh lapisan
masyarakat, baik dari dalam negeri maupun luar negeri
terhadap
dunia hukum di Indonesia. Dari sekian banyak bidang hukum, dapat
dikatakan bahwa hukum pidana menempati peringkat pertama yang bukan saja mendapat sorotan tetapi
juga celaan yang luar biasa dibandingkan dengan bidang
hukum lainnya.
Bidang hukum pidana merupakan
bidang hukum yang paling mudah
untuk dijadikan
indikator apakah reformasi hukum yang dijalankan
di
Indonesia sudah berjalan dengan baik atau belum. Hukum pidana bukan hanya
berbicara tentang putusan pengadilan atas penanganan perkara
pidana, tetapi juga
meliputi
semua proses
dan
sistem peradilan
pidana (criminal
justice
system).
Proses peradilan
berawal dari penyelidikan
yang
dilakukan pihak
kepolisian dan berpuncak
pada penjatuhan pidana dan selanjutnya
diakhiri
dengan pelaksanaan hukuman dan pemidanaan di lembaga pemasyarakatan.
Keprihatinan yang mendalam tentunya melihat reformasi hukum yang
masih berjalan lambat dan belum memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa
pada dasarnya apa
yang terjadi akhir-akhir ini merupakan
ketiadaan keadilan yang dipersepsi
masyarakat (the absence of justice).
Ketiadaan keadilan
ini merupakan
akibat dari pengabaian hukum (diregardling the law), ketidakhormatan pada hukum (disrespecting the law), ketidakpercayaan pada hukum (distrusting the law) serta adanya penyalahgunaan hukum (misuse of the law). Sejumlah masalah yang layak dicatat berkenaan dengan bidang hukum antara lain:
1. Sistem peradilan yang dipandang
kurang independen dan imparsial
2. Belum memadainya perangkat hukum yang mencerminkan keadilan sosial
3. Inkonsistensi dalam penegakan hukum
4. Masih adanya intervensi
terhadap hukum
5. Lemahnya perlindungan hukum terhadap
masyarakat
6. Rendahnya kontrol secara
komprehensif terhadap
penegakan hukum
7. Belum meratanya tingkat keprofesionalan para
penegak hukum
8. Proses pembentukan hukum yang lebih merupakan power game yang mengacu pada kepentingan the
powerfull daripada the
needy.
Reformasi hukum di Indonesia dibahas dalam 3 masalah yaitu masalah
pelaksanaan hukum, masalah pencabutan perundangan-undangan
yang tidak demokratik, dan masalah
impunity (kebebasan/ bebas dari tuntutan) dalam kaitannya dengan Amandemen Kedua UUD
45 Pasal 28 I ayat (1).
1. Masalah pelaksanaan
hukum (Law enforcement) di Indonesia tidak dijalankan
secara lugas sehingga keadilan belum bisa diwujudkan. Fakta- fakta pendukung
antara lain adalah lambatnya penanganan kasus pelanggaran hukum serius, khususnya kejahatan kemanusiaan. Bermacam-
macam kasus KKN Suharto (kasus korupsi
Jamsostek yang diloloskan
Suharto saat masih berkuasa.). Penanganan kasus korupsi
Suharto yang
terkesan diperlambat karena
masalah kesehatan. Pada masa Orba disebabkan karena rezim Suharto
mendominasi semua
lembaga negara termasuk lembaga penegak
hukum dan tidak berlakunya rule of law. Di
era reformasi disebabkan
masih ada kekuatan status quo buktinya makin
banyak KKN yang merajalela di pemerintahan.
2. Masalah
pencabutan perundangan- undangan
yang tidak demokratik
Pemerintah telah berhasil
menetapkan berbagai aturan hukum yang bertentangan dengan nilai- nilai demokrasi,
HAM dan keadilan.
Salah satunya adalah pencabutan TAP MPR no.XXV/1966 yang diusulkan oleh Abudrahman Wahid yang saat itu menjabat presiden. Selain itu dalam UUD 45 amandemen I pasal 6 ayat (1) yang menyebutkan bahwa presiden
ialah
orang
asli Indonesia. Karena belum ada undang–undang yang menetapkan kriteria orang Indonesia asli. Sehingga pasal tersebut perlu
diamandemen karena bersifat diskriminatif dan bertentangan dengan nilai- nilai demokrasi.
3.
Masalah impunity (kebebasan/ bebas dari tuntutan)
dalam kaitannya dengan
Amandemen
Kedua UUD 45 Pasal 28 I ayat (1)
“Bahwasanya
seseorang tidak
dapat
dituntut
atas dasar hukum yang berlaku
surut”.
Demikian petikan bunyi pasal
28 I UUD 45 amandemen
kedua. Dalam
ilmu hukum dinamakan
prinsip
hukum
non-retroaktif.
Prinsip tersebut
bersumber dari azas legalitas von Feuerbach : “tidak ada tindak
pidana, tanpa
adanya peraturan
yang
mengancam
pidana lebih dulu” seperti yang tercantum dalam pasal 1 KUHP. Pertanyaannya adalah
bagaimana dengan kasus-kasus pelanggaran
HAM yang dilakukan sebelum adanya UU
No. 39 Tahun 1999 tentang HAM?
C. Strategi dan Pelaksanaan
Reformasi Hukum
Suatu hal yang sangat penting dalam pelaksanaan reformasi hukum adalah merumuskan strategi yang tepat yang tidak hanya mampu menjangkau
kebutuhan hukum saat ini, tetapi juga mampu menjangkau (mengantisipasi)
kebutuhan hukum masa depan yang meliputi suatu rentang waktu yang cukup
panjang. Dalam merumuskan
strategi tersebut, pertama-tama perlu dilakukan inventarisasi terhadap permasalahan-permasalahan
yang perlu di reformasi,
baik dari aspek materi hukum, aparatur hukum, sarana
dan prasarana hukum serta budaya hukumnya. Setelah itu,
perlu dilakukan
penetapan prioritas tentang unsur-unsur yang harus didahulukan. Dikaitkan dengan keadaan yang kita
hadapi
saat ini, yaitu lemahnya
penegakan
hukum, baik
menyangkut masalah KKN,
pelanggaran HAM, tingginya tingkat
kriminalitas,
praktek penggunaan kekerasan dan pengerahan massa dalam berdemokrasi, praktek penjarahan, penyerobotan
hak-hak
orang
lain,
dan
lain-lain, dalam jangka
pendek adalah tepat untuk memberi prioritas pada proses penegakan hukum (law enforement) yang dilakukan melalui pembenahan sistem peradilan
kita yang mencakup:
badan
peradilan, kepolisian, kejaksaan,
pengacara
dan
konsultan hukum, pengelola lembaga
pemasyarakatan,
peningkatan
etika moral dan kemampuan
profesi hukum, penggunaan Bahasa Indonesia yang jelas dan
tepat.
Secara paralel, dalam
upaya menunjang pelaksanaan reformasi
struktural di bidang perekonomian sebagai langkah menuju recovery di bidang perekonomian, perlu dipertimbangkan kemungkinan melakukan reformasi, baik dari aspek pranata hukum (legal process)nya yang berdasarkan ekonomi pasar (misal: menentukan standar-standar hukum, penegakan dan pelaksanaan
standar-standar hukum, merumuskan acuan dalam penyelesaian sengketa serta
mengontrol kekuasaan negara dalam hubungannya dengan sektor-sektor swasta) maupun menyangkut substansi/materi hukumnya yang meliputi aspek perundang-undangan, hukum kebiasaan dan
yurisprudensi.).
Materi-materi hukum tertentu yang kiranya juga perlu diproritaskan
mencakup, antara lain:
1. Penyelesaian RUU KUHP
dan KUHAP yang baru
2. Penyelesaian RUU TIPIKOR
3. Penyempurnaan UU Kepailitan
4. Penyempurnaan peraturan-peraturan
mengenai Penyehatan Perbankan
5. Penananaman Modal, Pasar
Modal, Perdagangan Berjangka Komoditas,
Telematika, Privatisasi
6. Perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual, Enerji dan Sumber Daya Mineral,
Kelautan, Kehutanan, Real Estat, Ketenagakerjaan, Pertanahan,
Perpajakan dll.
Melalui penyempurnaan
materi hukum tersebut
diharapkan akan mampu
menciptakan aturan main yang jelas dan transparan bagi masyarakat dan penyelenggara
negara
dalam menunjang kegiatan mereka sehari-hari. Pembenahan dari segi materi
hukum tersebut juga perlu dilengkapi dengan peningkatan sarana
dan prasarana hukum serta peningkatan
kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat
dan
penyelenggara negara sehingga mampu membentuk suatu budaya hukum yang sehat. Apabila hal ini dapat dicapai
maka otomatis
akan
tercipta tidak
hanya
suatu
pemerintahan
yang
efektif (good
governance), namun juga masyarakat yang menghormati dan mentaati
hukum (law abiding people), yang pada akhirnya akan menciptakan ketertiban dan keamanan serta
kenyamanan dalam masyarakat, situasi
mana
sangat
kondusif bagi iklim penanaman modal yang akan mempercepat pemulihan dan
bahkan mendorong pertumbuhan ekonomi.
D. Konsep
Reformasi Hukum
Jika melihat kondisi hukum
yang terpuruk,
maka tidak ada kata lain selain terus mengedepankan reformasi hukum yang telah digagas oleh bangsa
ini.
Kegiatan
reformasi
hukum perlu
dilakukan dalam rangka mencapai supremasi hukum yang berkeadilan. Beberapa
konsep yang perlu diwujudkan
antara lain:
a.
Penggunaan
hukum
yang
berkeadilan sebagai landasan pengambilan
keputusan oleh aparatur negara.
b. Tidak adanya intervensi terhadap lembaga pengadilan
c. Aparatur penegak hukum yang profesional
d. Penegakan hukum yang berdasarkan prinsip keadilan
e. Pemajuan dan
perlindungan HAM
f. Partisipasi publik
g. Mekanisme kontrolyang efektif.
Pada dasarnya
reformasi
hukum
harus
menyentuh
tiga komponen
hukum yang disampaikan oleh Lawrence Friedman yang meliputi:
1. Struktur Hukum
Struktur hukum merupakan
pranata hukum yang menopang sistem hukum
itu sendiri, yang terdiri atas bentuk hukum, lembaga-lembaga hukum, perangkat hukum, dan proses serta kinerja mereka.
2. Substansi Hukum
Substandi
hukum
merupakan isi dari hukum itu
sendiri,
artinya isi
hukum tersebut harus merupakan
sesuatu yang bertujuan untukmenciptakan
keadilan dan dapat diterapkan
dalam masyarakat.
3. Budaya Hukum
Budaya hukum
ini terkait dengan profesionalisme para penegak hukum dalam
menjalankan tugasnya, dan tentunya kesadaran masyarakat dalam
menaati hukum itu sendiri.Kiranya dalam rangka melakukan reformasi hukum
tersebut ada beberapa hal yang harus
dilakukan antara lain:
a.
Penataan kembali
struktur
dan
lembaga-lembaga hukum yang ada termasuk sumber daya manusianya yang berkualitas
b. Perumusan kembali hukum yang berkeadilan
c.
Peningkatan penegakkan
hukum dengan menyelesaikan kasus-kasus
pelanggaran hukum
d.
Pengikutsertaan rakyat dalam penegakkan hukum (dalam hal ini rakyat
harus diposisikan sebagai subjek/neccessary
condition)
e. Pendidikan publik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat
terhadap hukum
f. Penerapan konsep Good Governance.
PENUTUP
Dari uraian pembahasan
di atas dapat diambil beberapa
kesimpulan bahwa
reformasi hukum adalah
perubahan
secara
sistematis dan mendasar untuk
perbaikan di bidang hukum dalam suatu masyarakat
atau negara. Reformasi hukum di Indonesia dibahas dalam 3 masalah yaitu masalah pelaksanaan hukum,
masalah pencabutan perundangan-undangan
yang tidak demokratik, dan masalah
impunity dalam kaitannya dengan
Amandemen Kedua UUD 45 Pasal
28 I ayat (1). Keberadaan makelar kasus yang telah merusak hukum di Indonesia hanya
akan dapat
terungkap jika institusi
penegak
hukum
(criminal justice system)
punya
keberanian. Satuan
Tugas Pemberantasan
Mafia
Hukum, Kepolisian Negara
Republik
Indonesia, dan Kejaksaan
harus berani
mengungkapkan keberadaan makelar kasus itu.
Kegiatan reformasi
hukum
perlu dilakukan
dalam rangka mencapai supremasi hukum yang berkeadilan. Beberapa konsep
yang perlu
diwujudkan
antara lain:
1. Penggunaan hukum yang berkeadilan sebagai landasan pengambilan keputusan
oleh aparatur negara
2. Adanya lembaga pengadilan yang independen, bebas dan tidak memihak
3. Aparatur penegak hukum yang professional
4. Penegakan hukum yang berdasarkan prinsip keadilan
5. Pemajuan dan
perlindungan HAM
6. Partisipasi public
7. Mekanisme kontrolyang efektif
Jakarta, 20
Februari 2010
DAFTAR
PUSTAKA
Depenheur, 1999, Government Libility, Comparative
Studies
on
Government
Liabilty in
East and Southeast Asia, edited by Yong Zhang,
Kluwer Law International.
Fathullah, 2000, Otonomi Daerah
Dan Penguatan Hukum Masyarakat Konsultan
Hukum Otonomi Daerah, Jakarta, CIDES.
Gouw,
J.J. Van Der and Th.G.Drupsteen,
1999,
Government
Liabiityini
the Netherlands, in “Comparative Studies on Governmental Liability in East and
Southeast Asia”, edited by Yong
Zhang, Kluwer Law International.
Handhaafbaar,
Jong P, 1977, Milieurecht
(Enforceable
Environment
Law), Deventer : W.E.J,
Tjeenk
Willink.
Harkrisnowo, Harkristuti, 2003, HAM Dalam Kerangka
Integrasi Nasional Dan
Pembangunan Hukum, Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia.
Hawkins, K, 1984, Environment and Enforcement, Regulation and the Social
Definition of Pollution, Oxford; Clarendon Press.
Iskatrinah, 2004, Pelaksanaan Fungsi
Hukum
Administrasi Negara
Dalam
Mewujudkan Pemerintahan Yang
Baik, Litbang Pertahanan Indonesia, Balitbang Departemen Pertahanan.
Istanto, Sugeng, 1998, Konstitusionalisme dan
Undang-Undang Politik.
Kelsen, Hans, 1995, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Empirik Deskriptif, Penyunting Somardi, Rimdi Press, Cetakan Pertama.
Kusumaatmadja,
Mochtar, 1976, Fungsi dan Perkembangan
Hukum
Dalam
Pembangunan Nasional, Bandung, Binacipta.
Masyarakat Transparansi Indonesia, Pokok Pikiran Kajian GBHN Tahun 1999
Bidang Hukum Sebagai Pedoman Politik Hukum Nasional.
Mahendra, Oka, 1999, Hukum dan Politik.
Qordhawi, Yusuf, 2000, Waktu, Kekuasaan, dan Kekayaan sebagai Amanah
Allah, Jakarta, Gema Insani Press.
Suparno, Paul,
2003, Memberantas Budaya Korupsi
Lewat Pendidikan, Kompas.
Wignjosoebroto, Sutandyo, 1995, Dari Hukum Kolonial ke Hukum
Nasional– Dinamika Sosial Politik Dalam Perkembangan Hukum di Indonesia, Jakarta,
Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar