BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Aspek
social merupakan kajian yang perlu dan harus dilakukan dalam setiap tahap
proses pelaksanaan pembangunan. Karena pembangunan harus dipandang sebagai
suatu aktifitas. Yang menyeluruh, yang pada hakikatnya adalah dari masyarakat,
oleh masyarakat dan untuk masyarakat dalam mewujudkan kehidupan yang layak,
berkeadilan dan bersejahtera.
Aspek
ini meliputi :
1.
Pemahanman dan pengertian social terhadap pentingnya
pembangunan.
2.
analisis terhadap dampak social dari pembangunan,
terutama yang menyangkut keuntungan dan kerugian social.
3.
Partisipasi social dalam penbangunan.
Analisis
social diperlukan untuk dampak social yang akan muncul dengan berbagai
pendekatan diantaranya kebijakan public, partisipasori planning, maka akan
diperoleh analisis yang bias membantu memperkecil resiko social. Resiko social
yang mungkin timbul akibat sebuah pembangunan antara lain : hilangnya tanah,
rumah, mata pencarian hidup, relokasi dan lain-lain. Dengan perkembangan dan
perubahan yang terjadi saat ini seperti otonomi daerah, reformasi, perubahan
top down menjadi bottom up approach maka resiko ini harus dikaji secara
komperensif dan terpadu mengakibatkan banyak pihak terutama yang terkena
langsung dan pihak-pihak yang memberikan kontribusi signifikan terhadap
pembangunan tersebut,
B.
Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan
penulisan makalah
§ Untuk
mengidentifikasi aspek social dalam pembangunan infrastruktur.
§ Untuk
mengidentifikasi peningkatan pengetahuan social masyarakat dalam pembangunan
§ Untuk
mengidentifikasi pemahaman prinsip pembangunan infrastruktur berkelanjutan
§ Untuk
mengidentifikasi laju perkembangan dalam berbagai sector pembangunan.
2. Kegunaan
penulisan makalah
§ Sebagai
bahan pembelajaran dalam berbagai aspek social untuk menentukan pembangunan
§ Untuk
mengetahui perubahanperubahan yang terjadi dilingkungan social
§ Untuk
meningkatkan pola piker masyarakat dalam memandang kebutuhan infrastruktur.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Aspek
Sosial
Merupakan
kajian yang perlu dan harus dilakukan dalam setiap proses pembangunan, meliputi
:
a. Pemahaman
dan pengertian social terhadap pembangunan merupakan usaha untuk memberikan
informasi tentang pembangunan kepada masyarakat mengali informasi tentang
pembangunan dari masyarakat.
b. Analisis
dari dampak social dari pembangunan. Analisis ini diperlukan untuk mengetahui
dampak social yang akan muncul. Resiko social sebuah pembangunan yang perlu
dihindari antara lain : hilangnya tanah, rumah, dan pekarangan masyarakat
terkena pembvangunan. Hilangnya mata pencarian hidup, dan resiko teknis dari
pelaksanaan pembangunan terhadap masyarakat disekitar pembangunan tersebut.
Tujuan dari analisis adalah meminilisasi dampak social yang akan timbul di
kemudia hari.
c. Partisipasi
sosisal terhadap pembangunan merupakan kajian social yang melibatkan peran dari
masyarakat terhadap pembangunan setelah selesai. Masyarakat dengan kesadarannya
akan melihat pentingnya proyek ini bagi kelangsungan hidupnya, kelangsungan
pemerintah daerah, dan kelangsungan jalannya roda perekonomian masyarakat baik
secara mikro maupun makro.
d. Partisipasi
social terhadap pembangunan merupakan kajian social yang melibatkan peran dari
masyarakat terhadap pembangunan setelah selesai dan lebih dominant ke unsure
kemitraan (Partnetship). Setelah analisis ini diperoleh, maka perlu
disosialisasikan dan melibatkan masyarakat dalam proses pemeliharaan
pembangunan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
2. Prasarana
Social Ekonomi
Prasarana
adalah alat (mungkin tempat) yang paling utama dalam kegiatan sosial atau
kegiatan ekonomi.
Dalam
meningkatkan perkembangan kegiatan social dan ekonomi , prasarana
(infrastructure) merupakan hal yang penting. Pembangunan tidak dapat berjalan
dengan lancar jika prasarana tidak baik. Jadi prasarana tidak dapat dianggap
sebagai foktor potensial dalam menentukan masa depan dari perkembangan suatu
wilayah perkotaan dan perdesaan.
Tiap
aspek kehidupan social dan tiap sector dari kehidupan ekonomi mempunyai
prasaran sendiri, yang merupakan satuan terbesar dan alat utama dalam berbagai
kegiatan. Dengan demikian, dalam mensukseskan pembangunan tiap lembaga kehidupan
social dan tiap sector kehidupan ekonomi harus memperhatikan prasarananya.
Nurske memberikan beberapa cirri-ciri bagi prasarana
ekonomi :
a. Menyediakan pelayanan yang merupakan dasar bagi tiap
kapasitas produksi.
b. Instalasi yang besar dan mahal.
c. Tidak dapat diimpor dari luar negeri.
Dalam hal prasarana ini haynes mengatakan :
“pertama, modal (barang modal) dapat dianggap prasarana”, jika merupakan sumber
ekonomi luaran (eksternal) dan jika unitnya besar : kedua, perlengkapannya pun
dianggap prasarana. Dalam pengembangan wilayah terdapat 2 macam kebijaksanaan
regional, yaitu :
a. Kebijaksanaan regional yang langsung, yaitu
pemerintah mengatur pengembangan regional dengan langsung membatasi (atau
mengambil alih) kegiatan ekonomi.
b. Kebijaksanaan regional yang tidak langsung, yaitu
pemerintah membuat serangkaian peraturan dan ikut mengatur tanpa mempengaruhi
ekonomi dan tanggung jawab swasta.
3.
Dimensi Cultural dan
Modal Sosial yang Terabaikan : Wajah Mentalitas Indonesia
Realitas pembangunan memperhatikan bahwa dimensi
kultural cenderung diabaikan, diambil alih oleh ekonomi dan politik. Yang
disebut terakhir bahkan mendominasi interpretasi terhadap hampir semua problem
bangsa termaksud dalam hal menterjemahkan determinal kegagalan atau
keberhasilan pembangunan.
Jika dibsarikan dari berbagi wacana yang
mengemukakan selama ini bekaitan dengan pertanyaan mengapa Indonesia selalu
terpuruk?, intinya senantiasa merujuk ke tindakan Orde Baru yang refresif.
Selama 32 tahun berkuasa. Pemikiran ini sampai setidaknya tahun 2005, masih
kuat mendiminasi. Hampir semua pihak mengamini postulasi ini : kalngan
politisi, para pengamat pembangunandan insan pers. Ini tampaknya suatu bentuk
cara pandang linier yang sekedar mengulangi situasi di awal tahun 1970-anyang
beradu lantang menimpahkan segala kesalahan pada Orde Lama. Spektrumnya juga
sama dengan keadaan tahun 1950-1960-an yang menimpahkan semua persoalan pada
penjajahan Belanda yang baru saja angkat kaki.
Tentu saja pengaruh suatu jaman pemerintahan yang
refresif, ada dan memang kuat. Tetapi menenpatkan dimensi rezim sebagai
satu-satunya determinan keterpurukan terasa sangat berlebihan, tolol, malas,
dan naif.
4.
Konsep Dasar Pembangunan
Prasarana Perkotaan Terpadu
Perencanaan dan pembangunan prasarana kota yang dilaksanakansecara sektoral
dan terpusat seringkali menimbulkan masalah didaerah, apabila keseimbangan dan
perhatian antara satu program dengan program lainnya kurang dikendalikan secara
terarah. Sulitnya pengendalian pembangunan di daerah seringkalijuga disebabkan
karena kondisi dan besarnya sumber dana yang dialokasikan oleh masing-masing
sektor didaerah berbeda-beda dan tidak terintegrasi satu sama lain. Hal
ini berarti bahwa sektor yang kuat sumber dananya akan lebih tinggi intensitas
pembangunannya dibandingkan sektor-sektor yang kecil dananya. Hal ini
mengakibatkan timbulkan ketidakseimbangan alokasi sumber dana antara program
sector yang berakibat menyulitkan keterpaduan program pembangunan prasarana kota tersebut.
Persoalan
lain yang timbul akibat perencanaan dan pembangunan secara sektoral dan
terpusat ini adalah pada tahap operasi dan pemeliharaannya. Seringkali
pemerintah didaerah tidak siap dalam menerima tanggung jawab operasi dan
pemeliharaannya karena kurang dilibatkan padasaat perencanaan dan penyusunan
program maupun dalam implementasi pembangunan prasarana kota yang mengarahkan pada keterpaduan
program antar sector.
Upaya
memadukan berbagai program dan proyek pembangunan prasarana perkotaan itu
sangat penting dengan pertimbangan / latar belakang sebagai berikut :
a. Laju
pertumbuhan penduduk di perkotaan sangat tinggi (3-40%) jauh lebih tinggi dari
laju perdesaan (1,2%) per tahun.
b. Sekitar
65% dari pertumbuhan penduduk nasional akan terjadi di wilayah perkotaan.
c. Sebagai
akibat dari tingginya laju pertumbuhan penduduk perkotaan, maka implikasinya
terhadap tuntutan peenyediaan prasarana kota
akan semakin meningkat pula.
d. Dalam
upaya memecahkan persoalan-persoalan tersebut maka dituntut adanya keterpaduan
dalam penyusunan rencana dan program berbagai sector dalam pembangunan kota. Pengalaman
menunjukan bahwa pembangunan yang dilakukan secara sektoral dan terpusat justru
seringkali menimbulkan banyak persoalan baru di daerah. Pembangunan yang
dilakukan sector A seringkali menimbulkan persoalan bagi sector B, dan
seterusnya.
Oleh
karena itu, pada saat memasuki awal Repelita IV, pemerintah telah
memperkenalkan suatu pendekatan baru didalam menangani pembangunan prasarana kota di Indonesia.
Pendekatan tersebut dikenal dengan program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu
(P3KT) yang dalam bahasa inggris dikenal dengan Integrated Urban Infrastructure Development Programen.
Hal ini seringkali menimbulkan berbagai persoalan, sbb :
1)
Persoalan fisik kota
2)
Persoalan keuangan
3)
Persoalan kelembagaan
5.
Usaha Kecil dan Menengah
dalam Infrastruktur Sosial
Untuk membantu usaha kecil dan menengah (UKM)
diperlukan aspek infrsstruktur sosial dan infrastruktur fisik. Prasarana sosial
yang diperlukan UKM adalah kemudahan perizinan sertifikat tanah untuk jaminan
kredit perbankan, perlindungan dari berbagi pungutan liar, kepastian hukum,
keamanan berusaha. Sementara itu, prasarana fisik yang diperlukan antara lain
telekomunikasi, transportasi, dan energi.
Undang-undang UKM sedang diamandemen dengan rencana
memasukkan pembentukan dewan usaha kecil yang diketuai oleh presiden. Dengan
demikian, ada keseriusan dalam membantu tumbuh dan berkembangannya UKM yang
selalu dikatakan mampu bertahan dari krisis.
Ada beberapa negara yang telah memiliki kesiapan dan
keterpaduan program dalam menumbuhkan UKM. Ketika sesorang akan berusaha,
perizinan, pelatihan, sehingga permodalan sudah disiapkan. Dengan demikian
padaawal berusaha sudah menciptakan iklim yang baik. Sementara untuk kondisi di
Indonesia, perizinan dan modal menjadi salah satu kendala tersendiri. Seorang calon
pengusaha harus memiliki dana sendiri untuk memulai usahanya karena tidak akan
mendapat akses ke perbankan. “perizinan juga menjadi persoalan lain, jiak saja
perizinan mudah dan kepastian lokasi berusah, tidak akan ada PKL atau pedagang
informal.
6.
Mencari Solusi Untuk
Kebutuhan Infrastruktur
Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum, yang dianggap masih sangat kontroversi serta cenderung lebih
menguntungkan pihak penguasa dan pemilik modal besar dibandingkan dengan masyarakat
kecil. Saat ini dibanjiri oleh berbagai proyek properti dalam skala besar,
tetapi sangat kering dalam pembangunan infrastruktur kotanya. Dampaknya,
Jakarta semakin padat dengan kekumuhan. Lalulintas yang amburadul, terjadinya
genangan air dan kemacetan jika hujan turun, serta masalah banjir yang tidak
pernah tuntas diatasi. Kemiskinan infrastruktur telah menambah beban biaya
hidup warga akibat berbagai kerusakan dan tidak berfungsimya sistem pelayanan
infrastruktur untuk kehidupan yang layak di perkotaan.
Belajar dari berbagai kegaglan atau penundaan
beberapa proyek pembangunan infrastruktur di Jakarta, seperti banjir kanal
timur (BKT) yangtelah 30 tahun direncanakan, penataan bantaran sungai untuk
mengatasi masalah banjir, pembangunan rumah susun yang tidak pernah mencapai
target, serta kasus “ bangun rumah dan warung “ di jalur jalan tol jakarta
(JORR) memberikan pelajaran bahwa persoalan lahan atau tanah adalah “wilayah
sensitif” yang dapat membawa dampak kontroversi dan negatif dalam berbagai persoalan
yang terkait dengan masyarakat di dalamnya.
Peningkatan nilai lahan yang semakin mahal sebagai
dampak pesatnya pertambahan penduduk telah mendorong terjadinya penyimpangan
(deviasi) pada tata ruang kota, antara lain perubahan tata guna lahan, pengalihan
(konversi) fungsi jalan, peningkatan pemakaian laham ilegal, dan penurunan
ruang terbuka hijau (RHT). Penyimpangan tata ruang ini terjadi secara legal
baik yang difasilitasi oleh pemerintah maupun ilegal yang dilakukan masyarakat
dan swasta.
Dampak penyimpangan dan alih fungsi lahan akan
menjadi beban kota untuk mempersiapkan infrastruktur pendukungnya. Target
perencanaan wilayah pelayanan telah berubah fungsi sehingga kebutuhan dan jenisinfrastrukturnya
turut berubah. Perubahan ini akan berdampak terhadap komponen biaya ganti rugi
dan biaya investasi serta siapa yang harus bertanggung jawab untuk
membangunnya.
Tingginya arus urbanisasi dan kecenderungan
terjadinya pola pembangunan permukinan yang horizontal akan semakin mendorong
tingginya nilai ganti rugi lahan yang harus dikleluarkan oleh pemerintah jika
harus membangun jaringan infrastruktur kotanya.
Jika mengacu pada kemampuan keuangan, sangat sulit
dibayangkan akibat faktor keterbatasan dna dan tingginya kompleksitas persoalan
kota disertai tuntutan, harus menyediakan infrastruktur yang memadai untuk
berbagai kepentingan investasi. Kontroversi untuk siapa kita membangun selalu
menjadi bahan perdebatan. Sementara sistem administrasi pertanahan tidak pernah
dibenahi secara optimal.
Sebagai kepentingan sebagian masyarakat tanpa
pembatasan, dikhawatirkan akan menimbulkan terjadinya penafsiran secara luas
antara pemerintah dan masyarakat. Jika penafsiran kepentingan umum ini tetap
tidak jelas, akan muncul berbagai aspek penafsiran tentang hakikat kepemilikan
tanah dan tujuan pemanfaatannya, antara lain :
§ Aspek pandangan tentang arti tanah itu untuk apa?
§ Aspek penguasaan, tanah itu untuk siapa, hak apa
yang melekat didalamnya, dan bagaimana pelepasan hak itu bisa terjadi
§ Aspek manajerial, bagaimana mekanisme pengelolahan
tanah di perkotaan dilakukan, pemanfaatannya untuk apa, investasi atau
konservasi
§ Aspek politik, siapa yang menentukan hak atas tanah,
siapa yang menentukan pola pengelolaannya, bila ada konflik bagaimana proses
pengambilan keputusan perihal kasus tanah tersebut.
Harus diakui untuk sepenuhnya mengimplementasikan
bagi pembangunan infrastruktur kota masih mempunyai kendala. Masalah utama yang
harus dipecahkan, terletak dari kekosongan terhadap strategi pembangunan
perkotaan. Tata ruang kota yang menjadi acuan untuk pembangunan infrastruktur
kota jarang dijadikan sebagai bahan rujukan bersama. Penyusunan rencana kota
cenderung tak banyak melibatkan masyarakat atau kurang aspiratif sehingga kota
kehilangan visi pengembangannya. Faktor lain yang harus dibenahi adalah
lemahnya kesiapan kelembangaan dan tumpang tindihnya kepentingan masing-masing
instansi.
Selain itu, kepemimpinan dalam pengelolaan
infrastruktur kota menjadi sangat penting. Kata kunci untuk penuntasan
kebutuhan infrastruktur jakarta adalah apakah pembangunannya akan membantu
memecahkanpersoalan sosial ekonomi masyarakat hingga masalah hak asasi
manusianya, atau hanya menambah beban baru dengan cara meminggirkan mereka.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
o
Aspek sosial merupakan kajian yang perlu da harus
dilakukan dalam setiap tahap proses pelaksanaan pembangunan.
o
Prasarana sosial ekonomi merupakan prasarana yang paling
utama dalam meningkatkan perkembangan kegiatan ekonomi atau sosial,
o
Dimensi kultural dan modal sosial yang terabaikan yang
diambil oleh dimensi ekonomi dan politik.
o
Konsep dasar pembangunan prasarana perkotaan terpadu yang
dilatar belakangi oleh pemikiran untuk menerapkan suatu pendekatan baru di
dalam penyusunan program pembangunan prasarana kota.
2. SARAN
o
Perencana harus memahami bahwa dalam penyiapan suatu rencana
komprehensif harus ada peran serta masyarakat dan instansi-instansi terkait.
o
Perencana harus mempunyai suatu daya cipta yang aktif
dalam pembangunan
o
Pendekatan pembangunan tentang perancangan fisik harus
dilihat sebagai suatu sistem sosial
o
Program pembangunan seyogyanya dilakukan dengan
melibatkan masyarakat sebagai pelaku sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar