BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan
orang karena dengan mengembangkan sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainya sangat besar
oleh karena itu permintaan akan pariwisata semakin bertambah seiring dengan tingkat kebutuhan manusia yang semakin
bertambah dari tahun ke tahun.
Dalam
GBHN 1999, termuat bahwa pembangunan
kepariwisataan terus di tingkatkan dan di kembangkan untuk memperbesar
penerimaan devisa negara, memperluas dan meratakan lapangan kerja, mendorong
pembangunan daerah, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,
memperkaya kebudayaan nasional, dan tetap mempertahankan kepribadian bangsa
demi terpilihnya nilai-nilai agama, mempererat persahabatan antar bangsa,
memupuk cinta tanah air, serta mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.
Sulawesi Selatan dengan potensi alam maupun budaya
yang sangat kaya dan beragam merupakan salah satu faktor penarik para
wisatawan, dengan daya dukung faktor-faktor tersebut maka tentunya daerah ini
sangat berpeluang untuk dikembangkan terutama dibidang pariwisata. Pengembangan
pariwisata memiliki nilai yang sangat strategi karena mendayagunakan sumber dan
potensi kepariwisataan yang ada menjadi kegiatan ekonomi dan budaya akselerasi
dan ganda dalam menciptakan lapangan
kerja dan kemudian berimbas pada kesejahteraan masyarakat.
Perkembangan kawasan pariwisata tentunya tidak
tumbuh begitu saja tanpa ada suatu usaha yang dilakukan, oleh karena itu maka
ketersedian sarana dan prasarana sangat dibutuhkan untuk pengembangan sektor
ini dan agar dapat menjadi salah satu sektor andalan. Namun, Kualitas lingkungan merupakan bagian integral
dari industri wisata. Bagi pengembang dan penyelenggara kagiatan wisata,
kualitas lingkungan harus mendapat perhatian utama. Wisata adalah industri yang
terkait dengan tujuan wisata dengan karakter-karakter keindahan, keseimbangan,
natural, kesehatan, dan kualitas lingkungan yang terjamin. Saat ini, kata
“lingkungan” sering muncul sebagai salah satu kunci sukses penyelenggara wisata.
Dalam pandangan yang terbatas, terminologi lingkungan banyak mengacu kepada
hal-hal fisik alamiah. Misalnya, bentang alam dan komponen fisik buatan
manusia, seperti pos-pos pengamatan, kolam renang buatan, atau
bangunan-bangunan penunjang aktifitas wisata lainnya. Dalam skala yang lebih
luas, faktor sosial dan budaya juga dipertimbangkan senagai lingkungan integral
industri wisata. Kualitas lingkungan meliputi kualitan bentang atau pemandangan
alamiah itu sendri, yang kualitasnya dapat menurun karena aktifitas manusia.
Keindahan dan kenyamanan daerah tujuan wisata, seperti keindahan pemandangan
alam, sturuktur hidrologi almiah seperti air terjun dan sungai, air bersih,
udara segar, dan keanekaragaman spesies, kuailitasnya bisa memburuk karena
aktifitas manusia, tidak terkecuali aktifitas wisata itu sendiri. Menurut hukum
permintaan wisata, kualitas lingkungan merupakan bagian integral dari
suguhan-suguhan alamiah. Dengan demikian, pemeliharaan terhadap kualitas
lingkungan menjadi syarat mutlak bagi daya tahan terhadap kompetisi pemilihan
tujuan wisata oleh wisatawan. Jika kualitas suatu daerah tujuan wisata menurun,
maka tempat tersebut cenderung diabaikan.
1.2 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut
:
1. Untuk mengetahui dampak dari aktifitas
wisata itu sendiri.
1.3 Kegunaan
1. Sebagai
bahan acuan dalam meminimalisir dampak dari aktifitas wisata.
2. Sebagai
bahan pertimbangan dalam menjaga kualitas lingkungan pariwisata.
3. Sebagai
bahan pertimbangan dalam peningkatan konservasi lingkungan hidup.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beberapa pengertian wisata.
a.
Wisata
Wisata adalah
kegiatan perjalanan atau sebagian dari yang dilakukan secara sukarela dan
bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata (UU no.9 thn 1990
pasal 1).
Adapun pengertian
wisata mengandung unsur-unsur yaitu kegiatan perjalanan, dilakukan secara
sukarela, bersifat sementara dan perjalanan seluruhnya dan sebagian bertujuan
untuk objek dan daya tarik wisata atas dasar itu maka ‘wisata’ adalah kegiatan
perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut secara sukarela dan bersifat
sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata(UU no.9 thn 1980 pasal
1).
Objek dan daya tarik
wisata adalah yang menjadi sasaran dalam perjalanan wisata yang meliputi :
1. Seperti pemandangan alam, panorama indah,
hutan rimba dengan Ciptaan Tuhan YME, yang berujud keadaan alam dan flora dan
fauna tumbuhan hutan tropis serta binatang langka.
2. Karya manusia berujud museum peninggalan
sejarah seni budaya wisata argo(pertanian) wisata tirta(air) wisata petualangan
taman
rekreasi dan tempat hiburan
3. Sasaran wisata minat khusus seperti berburu,
mendaki gunung, gua, industri dan kerajinan, tempat-tempat perbelanjaan, sungai
air deras, tempat-tempat ibadah, tempat-tempat siarah.(buku panduan sadar
wisata)
Menurut Mathiesen dan wall (1982) bahwa wisata adalah kegiatan
bepergian dari dan ketempat tujuan lain diluar tempat tinggalnya, wisata atau
rekreasi sering dilakukan untuk senang-senang atau bersantai.
Bersantai merupakan suatu aktivitas yang berbeda dengan
aktivitas melaksanakan pekerjaan tertentu.misalnya disela-sela melakukan suatu
pekerjaan kemudian kita duduk ditaman maka hal ini dapat dikatakan sedang
bersantai.
2.
Pariwisata.
Pariwisata
secara etimologis berasal dari kata “ Pari “ yang berarti berputar –putar dan
“Wisata” yang berarti perjalanan. Atas dasar itu maka pariwisata diartikan
sebagai perjalan yang dilakukan berputar –putar dari suatu tempat ke tempat
lain (Yoeti A.Oka,1982 :103)
Menurut Prof. Salah wahab dalam bukunya berjudul An Introduction an Touristm Theory
mengemukakan bahwa batasan pariwisata hendaknya memperlihatkan anatomi dari
gejala –gejala yang terdiri dari 3unsur yaitu manusia(human),yaitu orang yang
melakukan perjalanan pariwisata ,ruang (space), yaitu daerah atau ruanng
lingkup tempat melakukan perjalanan waktu(time)yakni waktu yang di gunakan
selama perjalanan dan tinggaal di daerah tujuan waisata (Yaoti A,Oka:106)
Berdasarkan ketiga
unsur tersebut di atas maka Prof Salah Wahab merumuskan pengertian pariwisata
sebagai suatu aktifitas manusia yang dilakukan secara sadar dan mendapat
pelayanan secara beergantian orang –orang di suatu Negara itu sendiri (di luar
negri) yang meliputi pendiaman di daerah lain (daerah tertentu ,suatu
Negara atau benua )untuk sementara waktu
dalam mencari kpuasan yang beraneka rgam dan berbeda dengan apa yang di
alaminya dimana dia memperoleh pekerjaan tetap.
Dalam pengertian
lain pariwisata (Toursnm) adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk
sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud
bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi
semata-mata untuk menikmati perjlanan tersebut untuk memenuhi keinginannya yang
beraneka ragam (Yaoti A,Oka:09).
Maka untuk lebih
jelasnya pengertian pariwisata adalah :
1. Semua kegiatan yang berhubungan dengan
perjalanan wisata.
2. Pengusaha obyek wisata, seperti kawasan
wisata, taman rekreasi, kawasan peninggalan sejarah (Candi, Makam Benteng),
Museum, Waduk, pegelaran seni budaya, tat kehidupan masyarakat dan bersifat
alamiah: keindahan alam, gunung berapi, danau, pantai indah dan sebagainya.
3. pengusaha jasa dan prasarana pariwisata yakni:
a) Usaha jasa pariwisata (Biro perjalanan wisata,
agen perjalanan wisata, pramuwisata, konvensi perjalanan intensif dan pameran,
inprestarait, konsultan pariwisata, informasi pariwisata.
b) Usaha sarana pariwisata yang terdiri dari
akomodasi, rumah makan, bar, angkutan wisata dan sebagainya, serta usaha-usaha
jasa lainnyayang berkaitan dengan penyelenggaraan pariwisata (buku panduan
wisata).
3.
Kepariwisataan.
Sesuai dengan
undang-undang NO. 9 Bab I pasal 1 berbunyi :
“Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata, artinya semua kegiatan dan
urusan yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengawasan pariwisata, baik yang
dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta serta masyarakat. (UU No. 9.
tahun 1990)”.
Bab
I. pasal 1).
“Dari batasan
tersebut diatas tampak bahwa prinsip kepariwisataan dapat mencakupi semua macam
perjalanan, asal saja perjalanan tersebut dengan bertamasya dan rekreasi. Dalam
hal ini diberikan suatu garis pemisah yang menyatakan bahwa perjalanan tersebut
tidak bermaksud untuk memangku suatu jabatan disuatu tempat atau daerah
tertentu sebab perjalanan terakhir ini dapat digolongkan kedalam perjalanan
bukan untuk tujuan pertamasyaan atau pariwisata. Artinya semua urusan dan
kegiatan ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, pengawasan
pariwisata baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat
disebut Kepariwisataan”.
4.
Wisatawan
Pengertian dari
wisatawan menurut F.W. Ogilvie yaitu semua orang meninggalkan ruamh kediaman
mereka untuk jangka waktu kurang dari satu tahun dan sementara mereka bepergian
mereka mengeluarkan uang di tempat yang mereka kunjungi tanpa dengan maksud
mencari nafkah ditempat trsebut. (Pendit
N. S. 1994 : 37).
Batasan ini diberi
variasi lagi oleh A.J. Norwal yang menyatakan seorang wisatawan adalah
seseorang yang memasuki wilayah asing dengan maksud dan tujuan apapun asalkan
bukan untuk tinggal permanen atau untuk usaha-usaha yang teratur melintasi
perbatasan, dan yang mengeluarkan uangnya di negeri yang dikunjungi, yang mana
diperolehnya bukan di negeri tersebut melainkan dinegri lain. (Pendit N. S,
1994 : 37).
Berdasarkan hal yang
telah dikemukakan diatas maka ciri-ciri seseorang itu dapat disebut sebagai
wisatawan yaitu:
-
Perjalanan
itu dilakukan lebih dari 24 jam.
-
Perjalanan
hanya untuk sementara waktu.
-
Orang
yang melukukan tidak mencari nafkah ditempat atau di Negara yang dikunjunginya.
(Yoeti A.Oka, 1982 : 130).
2.1 Jenis
Pariwisata
Untuk Keperluan
perencanaan dan pengembangan kepariwisataan, perlu adanya perbedaaan antara
pariwisata, karena dengan demikian akan dapat ditentukan kebijaksanaan apa yang
perlu mendukung, sehingga jenis pariwisata yang dikembangkan akan dapat
terwujud seperti yang diharapkan dari kepariwisataan.
Ditinjau dari segi
ekonomi, pemberian klasifikasi tentang jenis pariwisata dianggap penting karena
dengan cara itu dapat ditentukan beberapa penghasilan devisa yang diterima dari
suatu pariwisata yang dikembangkan disuatu tempat atau daerah trtentu.
Adapun jenis wisata
yang telah dikenal dimasa ini antara lain:
- Wisata Budaya
Wisata budaya adalah: perjalanan yang
dilakukan atas dasar keingin untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan
jalan mengadakan kunjungan atau peninjauan ketempat lain, mempelajari keadaan
rakyat dan kebiasaan adat istiadat, budaya dan seni mereka (Pendit, N.S, 1994 :
41).
- Wisata Konvensi
Wisata Konvensi adalah: wisata yang
menyediakan fasilitas bangunan dengan ruangan-ruangan tempat bersidang bagi
peserta konverensi, atau pertemuan lainnya yang bersifat nasional maupun
internasional. (Pendit, N.S, 1994 : 43).
- Wisata Sosial
Wisata Sosial adalah: perorganisasian suatu
perjalanan murah serta mudah untuk memberikan kesempatan kepadda golongan
masyarakat ekonomi lemah untuk mengadakan perjalanan seperti misalnya kaum
buruh, pemuda, pelajar atau mahasiswa, petani dan sebagainyqa. (Pendit, N.S,
1994 : 44).
- Wisata Cagar Alam
Wisata Cagar Alam adalah: wisata yang
diselenggarakan agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan usaha-usaha dengan
jalan mengatur wisata ketempat atau daerah cagar alam, taman lindung, hutan
daerah pegunungan dan sebagainya yang pelestariaannya dilindungi oleh
undang-undang (Pendit, N.S, 1994 ).
- Wisata Bulan Madu
Wisata Bulan Madu adalah: suatu
penyelenggaraan perjalanan bagi pasangan-pasangan pengantin baru yang sedang
berbulan madu,dengan fasilitas-fasilitas khusus, tersendiri demi kenikmatan
perjalanan dan kunjungan mereka (Pendit, N.S, 1994 : 47).
Manusia ditakdirkan
oleh sang pencipta memiliki naluri dan hasrat atau keinginan dalam memenuhi
kelangsungan hidupnya, hasrat ingin tahu dan jiwa petualangan mendorong manusia
melakukan perjalanan. Manusia senatiasi dinamis dan kedinamisannya tercermn
dalam keinginan melakukan perjalanan melintasi dan menikmati objek dan daya
tarik yang dikunjungi.hasrat ingin tahu itu menuntut penyaluran dan bagi banyak
oranbg sudah menjadi kebutuhan.
Kebutuhan tersebut
adalah ingin besenag-senag, santai , berrekreasi, ingin menambah pengetahuaan,
menguatkan pribadi, sehat ingin menghirup udar yang sejuk, dan segar dan memenuhi kewajiban agama (naik haji)
sampai pada berziarah.
Dorongan untuk
melakukan perjalanan wisata adalah dapat pula disebabkan oleh lingkungan
seperti:
1. Kondisi Lingkungan, keadaan iklim disekitar
tempat, kondisi lingkungan yang kurang baik dan rusak, begitu pula lingkungan
tempat tinggal yang bising dan kotor dengan pemandangan yang membosankan
mendorong penduduk melakukan perjalanan.
2. Kondisi social budaya, kurang tersedianya
fasilitas rekreasi, kegiatan rutin dalam masyarakat yang membosankan kehidupan,
kehidupan yang serba teratur, lalu banyak bekerja, fisik dan mental, sifatbebas
para remaja, terdapatnya perbedaan social diantara anggota masyarakat, semuanya
seiring menjadi alas an untuk bepergian ke tempat-tempat jauh, yang kondisinya
lebih baik dari sekarang.
3. Kondisi ekonomi , konsumsi dari masyarakat,
biaya hidup sehari-hari didaerah tempat tinggal, meningkatkan waktu luang serta
rela rendahnya ongkos angkutan, juga akan mendorong seseorang untuk melakukan
perjalananan wisata.
4. Pengaruh kegiatan pariwisata, kegiatan
pariwisata akan banyak mendorong kegiatanyang berhubungan dengan wisata,
seperti meningkatnya publikasi dan penyebaran informasi serta timbulnya
pandangan tentang nilai lebih dari kegiatan berwisata terhadap fungsi social
masyarakat.
2.3 Orientasi
Pengembangan Obyek
Pengembangan
daerah tujuan wisata (DTW) berarti juga akan mengembangkan obyek-byek wisata,
karena obyek wisata merupakan bagian dari tujuan wisata.disamping itu
kebijaksanaan dinas pariwisata menjadi arahan kebijaksanaan di daerah Yaitu :
1
Menggencarkan
promosi pariwisata dari luar negeri dan yang menuju obyek wisata.
2
Meningkatkan
mata pelayanaan dan mata produksi wisata.
3
Menggambarkan
kawasan-kawasan pariwisata untuk memajukan daerah lokasi yang potensial.
4
Menggalakkan
berbagai obyek wisata terutama Di Indonesia
Bagian Timur baik wisata bahari maupun wisata alam.
5
Meningkatkan
kualitas sumber daya manusia di bidang kepariwisataan.
6
Membudayakan
sadar wisata.
2.4 Kriteria
Pengembangan Kawasan Pariwisata.
Study
pengembangan obyek pariwisata diawali dengan pemikiran mengenai landasan,
pengembangan kawasan tersebut baik ditinjau dari peran kegiatan pariwisata
sebagai salah satu sector pembangunan wilayah maupun fungsi kawasan tersebut
dalam kaitannya dengan wialayah pengembangan sekitarnya.
Untuk
mewujudkan gagasan pengembangan tersebut dapat terlaksana dengan baik,
selanjutnya memerlukan suatu kerja sama pengadaan sarana pariwisata ini dapat
memenuhi kebutuhan pasar dengan memperhatikan sumber daya yang ada serta
kemampuan developer.
Citra pegembangan
obyek pariwisata digali dari potensi sumber daya yang ada dan menciptakan
atraksi menarik sesuai dengan system social dan nilai masyarakat setempat.
7
Pemanfaatan
Sumber Daya Alam.
8
Penanganan
Masalah Dampak Lingkungan.
9
Pertimbangan
Ekonomi Tata Ruang.
10 Organisasi Dan Struktur Tata Ruang.
11 Sistem Transportasi Dan Media Pelayanan.
Adapun Kriteria
dasar yang mempunyai syarat kelayakan lokasi kegiatan pariwisata dalam
hubungannya dengan para pelaku yang memanfaatkan kegiatan tersebut, antara lain
meliputi:
a. Syarat tata ruang dan konstruksi
b. Syarat orientasi terhadap cahaya matahari,
cuaca, pemandangan alam dan lain sebagainya.
c. Syarat kemudahan pencapaian obyek wisata,
pusat pelayanan umum, hubungan antara unsur kegiatan, fasilitas transportasi.
d. Syarat keindahan dalam memberikan ekspresi dan
ketenangan kawasan, memanfaatkan lingkungan yang berorientasi pada pemandangan
alam.
e. Syarat lingkungan yang serasi
Kegiatan pariwisata
cenderung merusak kelestarian lingkungan alam dan budaya setempat, oleh
karenanya perlu dijaga agar terhindar dari dampak negative dengan pengawasan
dan pengendalian yang ketat, memperhatiakn dan mencerminkan cirri budaya setempat
yang khas.
2.5 Kebijakan
Pemerintah Tentang Kepariwisataan.
Undang-undang
peraturan pemerintah
Mengingat pariwisata
Indonesia kini berkembang dengan pesat dan perolehan devisa semakin bertambah
karenanya sebagai kebijaksanaan pembangunaan 5 tahun ke- VI disektor pariwisata
ini Majelis Permusyarwatan Rakyat (MPR ), dengan ketetapan NO. II/ MPR/ 1993.
mengenai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) bab IV merumuskan bahwa,
pembangunan kepariwisataan diarahkan pada peningkatan pariwisaa menjadi sector andalan
yang mampu menggalakkan kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan sector lain yang
terkait, sehingga lapangan kerja pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, dan
pendapatan Negara serta peningkatan peneriamaan devisa Negara melalui upaya
pengembangan dan pendaya gunaan berbagai potensi kepariwisataan nasioanal.(Pendit, N, S. 1994 : 11).
Sebagai antispasi
perkembangan dunia pariwisata yang telah mengglobal sifatnya, pemerintah telah
mengeluarkan Undang-Undang No. 9. tahun 1996 tentang kepariwisataan, dengan ketentuan
sebagai berikut.
1
Wisata
adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan
secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik
wisata.
2
Wisatawan
adalah orang yang melakukan kegiatan pariwisata.
3
Pariwisata
adalah segala sesuatu yang berhubungandengan wisata,termasuk pengusaha obyek
dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut.
4
Kepariwisataan
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata.
5
Usaha
pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelengarakan jasa pariwisata atau
menyediakan, mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata,
dan usaha lain yang terkait dibidang tersebut.
BAB
III
PEMBAHASAN
Banyak
teori dan contoh yang menunjukkan bahwa aktifitas wisata dapat peran yang
signifikan dalam pembiayaan program-program konservasi lingkungan hidup. Namun,
tetap harus diperhatikan bahwa aktifitas wisata juga mempunyai potensi untuk
ikut serta mengarahkan pada kerusakan lingkungan (Hakim, Lukman :116).
Para
perencana pembangunan sering mengemukakan argumentasi bahwa untuk meningkatkan
taraf perekonomian msyarakat sekitar hutan, dimana sebagian besar adalah
kawasan lindung atau kawasan dengan tingkat keanekaragaman tinggi, para
pemerhati lingkungan, konservasoinis, dan pihak-pihak pelestari lingkungan
hidup melihat bahwa pembangunan yang akan dilakukan merupakan ancaman nyata
terhadap keanekaragaman hayati yang ada
didalam atau sekitar kawasan yang akan dikembangkan (Beatley, 1997) (Hakim,
Lukman :117).
Lebih
jauh, banyak peneliti yang menyebutkan bahwa pembangunan jalan raya mempunyai
banyak pengaruh terhadap objek-objek wisata. Jalan raya menjadi ancaman bagi
keaneka ragaman hayati disekitarnya, karena memberikan efek fragmentasi
habitat, koridor bagi penyebaran hama, dan penyakit. Sesutau yang tidak kalah
penting yaitu kejadian tertabraknya satwa oleh pengendara mobil atau jenis
angkutan lainnya (Hakim, Lukman :118).
Dampak wisata lainnya terhadap lingkungan
yang dapat diamati dan dirakasan yakni masalah limbah. Limbah yang dihasilkan
pengunjung menjadi masalah lingkungan yang dapat mempengaruhi kualitas daerah
tujuan wisata. Hal itu mudah terjadi, dimana ukuran daerah tujuan wisata
mempunyai ukuran yang kecil, limbah cair biasanya datang dari hotel , wisma dan
restaurant yang tersebar pada destinasi wisata. Tidak dapat dihindari bahwa
tempat-tempat tersebut merupakn bagian dari akomodasi ekotorisme. Namun,
perhatian dan penanganan limbah cair yang dihasilkan seringkali sangat kurang.
Untuk mengatasi populasi air yang terjadi, dua strategi yang umumnya ditempuh
yaitu mereduksi sumber-sumber pencemar dan melakukan perlakuan terhadap limbah
cair agar tidak dapat memhahayakan lingkungan (Hakim, Lukman :119).
Pencemaran
udara karena kesalahan penyelenggaraan wisata seringkali mengancam kesehatah
manusia. Pencemaran udara sebagai dampak pengembangan industri pariwisata
antara lain bersumber dari pembakaran gas dan terlepasnya bahan-bahan beracun
diudara.
Ada
banyak bukti konsumsi sumber daya alam menjadi meningkat dan berlebih.
Kebutuhan terserbut sering dipenuhi dengan eksploitasi bahan alam dari kawasan
lindung, bambu, kayu-kayu bahan ukir, biji-bijian berkulit keras, tulang
binatang, cangkang hewan-hewan laut, dan terumbu karang yang seharusnya
dilindungi (Hakim, Lukman :121).
Penyelanggara
wisata yang tidak mengindahkan daya dukung lingkungan, juga menjadi faktor
penyebab rusaknya terumbu karang di banyak kawasan. Selain tidak adanya
manajemen yang jelas, lemahnya pengawasan hukum terhadap perilaku wisatawan merupakan
faktor penyebab degradasi kawasan pesisir. Wasatawan seringkali memasuki dan
berjalan-jalan di kawasan terumbu karang dalam waktu yang cepat (Hakim, Lukman
:124).
3.1
Gangguan
Ekosistem Kawasan Wisata
Teori
keseimbangan (Equilibrium theory)
memendang bahwa ekosistem dijaga dalam sebuah keseimbangan di atas fondasi dan
spesies-spesies dan penyusunnya. Dalam keseimbangan tersebut, spesies-spesies
ada dan berinteraksi satu sama lain dalam hubungan predator-mangsa, serta dalam
hubungan-hubungan kompetisi yang ada. Jadi, interaksi-imteraksi faktor biotik
mendenterminasi struktur komunitas kahidupan dalam ekosistem. Pendekatan ini
menciptakan sebuah ide tentang kesimbangan alam “ the balanced of nature” . Namun, keseimbangan ini dapat terganggu
oleh sebab-sebab alamiah dan manusia.
Ketika
terganggu, ekosistem bisa jadi kehilangan dan menurun atau mungkin hilang. Atau
sebaliknya, mereka akan berusaha untuk mencapai keadaan awal sebelum gangguan
terjadi sehingga mencapai keadaan seperti sedia kala, stabil atau pada keadaan
klimaks.
Pantai
sering mendapat tekanan hebat dari dampak pembangunan destinasi kawasan wisata
pesisir. Pada dasarnya, istilah pantai digunakan untuk menggambarkan tempat
pertemuan antara daratan dan lautan. Ekosistem terumbu karang merupakan salah
satu ekosistem perairan laut yang produktif dengan kekayaan hayati spesies
tinggi.
Kegiatan
wisata di kawasan pesisir yang tidak dilakukan dengan tidak memperhatikan ekosistem
setempat, biasanya menghancurkan ekosistem terumbu karang. Gangguan terhadap
ekosistem dapat terjadi dengan cepat. Sebagai gambaran, laju perusakan bisa
terjadi dalam satu hari karena tekanan wisatawan di zona terumbu karang.
Sebaliknya, pemulihan ekosistem terumbu menuju kondisi seperti semula,
memerlukan waktu yang lama. Laju pertumbuhan spesies karang yang masih
diperkirakan tumbuhan antara lain adalah 7,5-13 mm/tahun pada jenis Asteropbora
myroiphbalmia, 6,7-8,0 mm/tahun favia speciosa, dan 7,8 mm/tahun untuk
Goniastrea retiformis (Supriharyono, 2000). Dengan demikian, melakukan proteksi
wilayah terumbu karang dari pengaruh gangguan manusia menjadi sangat penting.
Sedimentasi
menjadi ancaman nyata lainnya, bagi kehidupan terumbu karang dan kehidupan
biota-biota lain yang ada disekitarnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa terumbu
karang merupakan salah satu aset wisata bahari yang berperan penting dalam
penerimaan dari sektor wisata. Namun, sedimenyasi yang terjadi terus-menerus
akan menurunkan mutu terumbu karang bagi atraksi wisata yang ditawarkan.
Hal yang sama dapat terjadi juga di
darat. Hutan tropik yang terganggu membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkan
kondisinya. Saat ini, laju penggundulan hutan tropik sangat menghawatirkan. FAO
memberikan estimasi data bahwa kahilangan hutan tropik terjadi pada skala 110,5
juta ha per tahun. Jika laju ini tidak dapat dihentikan atau ditekan, maka
dalam waktu dekat biosfer akan kehilangan hutan tropik dengan segala kekayaan
hayati yang ada didalamnya (Hakim, Lukman :126-129).
3.2
Dampak
Terhadap Satwa Dan Kehidupan Liar
Saat
ini, pariwisata juga duketahui memberikan dampak terhadap satwa liar lainnya.
Reynols dan Braithwaite (2001) mendeskripsikan bahwa aktifitas wisata yang
dekat dengan habitat satwa liar, dapat mempengaruhi kehidupan liar.
Pengaruh-pengaruh negatif tersebut antara lain:
1. Pengambilan
secara ilegal terhadap satwa dan kematian satwa
2. Pembersihan
habitat
3. Perubahan
komposisi tumbuhan
4. Mengurangi
produktifitas tumbuhan
5. Mengubah
struktur tumbuhan
6. Polusi
7. Emigrasi
satwa
8. Mengurangi
daya reproduksi satwa
9. Habituasi
10. Munculnya
perilaku stereotip
11. Penyimpangan
pola makan satwa
12. Penyimpangan
perilaku sosial
13. Meningkatnya
predasi
14. Modifikasi
pola-pola aktifitas, dan
15. Mengubah
struktur aktifitas.
Gangguan-gangguan terhadap satwa dapat terjadi
karena tumbuhan sumber makanannya terganggu. Dan struktur komunitasnya, serta
produtifitasnya. Burung-burung pemakan madu dan pemakan serangga lainnya akan
hilang dari kawasan, karena tumbuhan pendukungnya menurun. Wisatawan dapat
mengurangi produktifitas tumbuhan, seperti rumput dan herba karena
terinjak-injak atau rusak. Atau karena alasan lain yang memungkinkan rendahnya
produktifitas tumbuhan yang berperan terhadap satwa. Bibit-bibit tumbuhan yang
eksotik memounyai peluang masuk,karena terbawa oleh manusia secara sengaja atau
tidak sengaja.
Polusi menyebabkan tercemarnya sumber-sumber air
yang digunakan satwa sehingga mempengaruhi kesehatan satwa dan banyak hal,
dapat menyebabkan kematian karena keracunan. Selain itu, akumulasi sumber
pencemar dapat menurunnya daya reproduksi satwa untuk berkembang biak. Polusi
udara, terutama gangguan-gangguan suara dapat menggangu reproduksi,. Kedatangan
pengunjung dan keributan-keributan yang ditimbulkannya sering menyebabkan satwa
merasa tidak nyaman adan memilih
menyingkir dari habitatnyauntuk mencari habitat baru. Bagi bebrapa satwa,
masa-masa pencarian habitat baru ini merupakan masa-masa penting, karena setiap
saat harus menghadapi malapetaka predasi (pemangsaan oleh predatornya), atau kekurangan
sumber daya makan.
Habituasi, munculnya perilaku stereotip,
penyimpangan pola makan satwa, penyimpangan perilaku sosial, dan modifikasi
pola-pola perilaku aktivitas merupakan dampak yang dapat muncul karena kontak
yang sering terjadi antara satwa dan manusia. Dalam banyak hal, perilaku ini
sangat merugikan satwa yang bersangkutan, karena dalam jangka waktu yang lama
akan mengurangi daya hidupnya di alam bebas (Hakim, Lukman :130-132).
3.3
Krisis
Sumber Daya Air
Dampak
dari pembangunan sektor wisata terhadap sumber daya air telah diketahui secara
nyata. Air adalah sumber daya penting, di mana manusia sangat bergantung. Air
bersih merupakan kebutuhan mutak dan penurunan kualitasnya (karena pencemaran
dan penurunan kuantitasnya, yakni karena berkurang debit aliran air) menjadi
ancaman nyata bagi manusia.
Seringkali
konflik antara pengelola industri wisata, terutama pemilik hotel, restoran, dan
pengembang wisata lainnya malawan penduduk lokal akan muncul. Konflik yang
sering terjadi menyangkut pengalihan tata guna air permukaan dan air tanah.
Biasanya, pengalihan ini dapat terjadi karena pembelokan aliran air, yakni
untuk kepentingan masyarakat lokal dan pertanian setempat menuju pemenuhan
sumber daya air untuk hotel, restoran, dan kepentingan wisata lainnya.
Tidak
semua kawasan destinasi wisata mempunyai sumber air yang bagus dan melimpah,
beberapa kawasan, bahkan tidak mempunyai sumber air sama sekali, kalaupun ada,
sungai yang terbentuk karena pengaruh hujan lebat dan besifat sesaat. Pada musim
kemarau, sungai akan kering (Hakim, Lukman :132-133).
3.4
Dampak
Spesies Eksotik
Berkembanya
sebuah destinasi wisata membuka peluang terhadap tumbuh dan berkembangnya
spesies-spesies eksotik. Wisatawan sering mengunjungi destinasi wisata dengan
membawa makanan yang mengandung biji, umbi atau bagian lain yang dapat tumbuh.
Spesies eksotik sering lepas dari pengawasan penegelola taman nasional, sampai
kemudian keberadaanya diketahui sangat mengancam kestabilan ekosistem.
Potensi
masuknya tumbuhan eksotik dapat terjadi karena permintaan terhadap lanskap
pertamanan yang melengkapi destinasi wisata. Sebuah destiansi wisata, biasanya
“dipercantik” dengan adanya tumbuh-tumbuhan berbunga indah atau mempunyai
karakter indah lainnya. Yang umumnya dijumpai pada destinasi alami (Hakim,
Lukman :136).
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil
pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Keindahan dan kenyamanan
daerah tujuan wisata, seperti keindahan pemandangan alam, sturuktur hidrologi
almiah seperti air terjun dan sungai, air bersih, udara segar, dan
keanekaragaman spesies, kuailitasnya bisa memburuk karena aktifitas manusia,
tidak terkecuali aktifitas wisata itu sendiri. kualitas lingkungan merupakan
bagian integral dari suguhan-suguhan alamiah. Dengan demikian, pemeliharaan
terhadap kualitas lingkungan menjadi syarat mutlak bagi daya tahan terhadap
kompetisi pemilihan tujuan wisata oleh wisatawan. Jika kualitas suatu daerah
tujuan wisata menurun, maka tempat tersebut cenderung diabaikan. aktifitas
wisata dapat peran yang signifikan dalam pembiayaan program-program konservasi
lingkungan hidup. Namun, tetap harus diperhatikan bahwa aktifitas wisata juga
mempunyai potensi untuk ikut serta mengarahkan pada kerusakan lingkungan.
4.2 Saran
Dari
Hasil Pembahasan dan kesimpulan diatas, maka penulis dapat memberikan tanggapan
mengenai dampak wisata terhadap lingkungan melalui saran sebagai berikut :
1. Perlu
adanya pengendalian diri dalam meminimalisir dampak dari aktifitas wisata.
2. Perlu
adanya peningkatan dalam menjaga kualitas lingkungan yang dilaksanakan oleh
pengelola pariwisata.
3. Perlu
adanya peningkatan konservasi lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh pihak-pihak
yang terkait.